Jumat, 03 September 2010

Review Artikel Perkembangan Morfologi Sebuah Kota

MORFOLOGI dan TIPOLOGI KOTA KUDUS

Kota akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan juga politik yang ada di kota tersebut. Morfologi kota merupakan kesatuan elemen pembentuk kota yang didalamnya mencakup aspek detail (seperti bangunan, sistem sirkulasi, open space, dan prasarana kota), serta aspek tata bentuk kota terutama pola tata ruang dan komposisi lingkungan terbangun terhadap pola bentuk di sekitar kawasan tersebut. Dimana setiap kota memiliki morfologi kota yang berbeda antara kota yang satu dengan yang lain, yang keragaman bentuk dari kota tersebut akan membuat ciri khas dari suatu kota tersebut.

Pada review ini akan dibahas mengenai kota Kudus, yaitu salah satu kota yang berada di sebelah utara dari provinsi Jawa Tengah. Embrio kota Kudus secara tipologis berawal dari adanya bangunan Menara Kudus dan masjid Al-Aqsha yang didirikan oleh Sunan Kudus pada tahun 1549. Sedangkan untuk perkembangan pemukimannya sebenarnya sudah dimulai dari masa pra Islam yaitu sebelum abad 15 yang ditandai dengan adanya pemukiman masyarakat Hindu di sekitar jalan Sunan Kudus. Yang kemudian berkembang, setelah abad ke 15 dengan adanya Menara Kudus maka mulailah terbentuk pemukiman kaum Islam di daerah sekitar Menara kudus tersebut.

Menara Kudus

Tahun 1819 berdasarkan keputusan Gubernur jendral Hindia Belanda maka terbentuklah Kudus sebagai suatu Kabupaten. Kudus semakin berkembang setelah belanda memindahkan pusat kota yang awalnya berada di Kudus Kulon menjadi di timur kali Gelis pada akhir abad 18. Oleh Belanda pusat kota yang baru ini kemudian dilengkapi dengan alun-alun serta masjid. Pusat kota ini berkembang juga sebagai pusat pemerintahan yang tepatnya berada di sebelah utara alun-alun. Sedangkan pusat kota yang lama berubah menjadi daerah pemukiman dengan industri rakyat serta daerah religius. Dengan adanya perpindahan pusat kota tersebut, juga diikuti mobilisasi pedagang Cina yang berada di kawasan jalan Sunan Kudus, kemudian pindah membentuk suatu pemukiman sendiri (pecinan). Namun seiring berjalannya waktu, lambat laun alun-alun mendapat fungsi tambahan yaitu sebagai taman atau ruang terbuka kota tetapi mempunyai nilai spiritual yang tetap dipelihara sampai kini misalnya kegiatan ritual setiap hari raya umat Islam.

Kota Kudus dibagi sumbu timur dan sumbu barat dengan batas adalah kali gelis. Sebelah timur kota merupakan pusat kegiatan yang bersifat duniawi seperti perdagangan, pemerintahan dan sebagainya. Sedangkan di sebelah barat merupakan pusat kegiatan yang bersifat religius. Kedua sumbu ini membentang pada jalan Sunan Kudus yang merupakan sebagai utama yang menghubungkan antara kedua kawasan tersebut.

Sektor perekonomian turut berperan dalam perkembangan kota Kudus. Timbulnya kegiatan perdagangan seperti industri rokok pada tahun 1870 mempengaruhi morfologi dan tipologi kota Kudus. menjamurnya pabrik-pabrik rokok dalam bentuk shop house, banyak terjadi di kawasan Kudus Kulon dengan pola bengunan dengan tembok yang tinggi. Pembuatan tembok tersebut mengubah wajah Kudus Kulon, sehingga suasana pemukiman terkesan sempit, bangunan rumah adat tidak lagi terlihat karena tertutup oleh pagar tembok tersebut.

Pada masa orde lama, batas kota kudus mencapai radius 1km sebelah selatan alun-alun. Dimana di kawasan tersebut terdapat pasar tradisional bitingan dan juga sebuah terminal. Tetapi pada masa orde baru pasar tradisional telah berubah menjadi Plaza Matahari, sedangkan terminal menjadi lapangan parkir, juga dibangun tugu identitas kota kudus di sebelah lapangan parkir tersebut. Tugu identitas tersebut menganut gaya arsitektur dari menara Kudus.

Semakin tahun Kudus terus berkembang, tahun 1976 diadakan pelebaran jalan-jalan protokol. Pelebaran jalan tersebut menyebabkan trotoar semakin sempit sehingga Kudus terlihat semakin gersang dan panas. Tetapi berkat kerjasama antara pemerintah dengan PT.Djarum dalam hal penghijauan, maka wajah kota Kudus yang sempat gersang kini dapat kembali menjadi kota industri yang hijau.

Kondisi kawasan Kudus Kulon saat ini memiliki kepadatan bangunan paling besar di kota Kudus. Dengan pemandangan didominasi oleh lorong-lorong sempit tetapi sistem penataan bangunan secara tradisional tetap terlihat sehingga membentuk sistem tata ruang yang khas di kota Kudus.

Sebagai suatu kota yang dilewati oleh jalur Pantura serta didalamnya terdapat pusat pertokoan dan perdagangan maka untuk menghindari kemacetan lalu lintas dalam kota, maka dibuatlah jalan lingkar seperti jalan Kudus-Jepara, Kudus-Demak, dan Kudus-Pati. Adanya jalan lingkar tadi menyebabkan timbulnya pemukiman baru di sepanjang jalan tersebut, sehingga pergerakan pertumbuhan pemukiman di kota Kudus banyak terjadi di sebelah Selatan dan Timur. Sedangkan pergerakan pertumbuhan pemukiman ke arah utara relatif kecil karena dipengaruhi oleh adanya jaringan jalan ke arah Semarang, dan Surabaya.

Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa unsur budaya, sejarah, serta unsur agama mempengaruhi dengan kuat morfologi bentuk kota Kudus. Tetapi pengaruh tersebut dengan berjalannya waktu serta perkembangan pengetahuan, perkembangan kebutuhan masyarakat, dan perkembangan sosial-politik maka morfologi kota ada yang mau tidak mau harus berubah walaupun tetap ada unsur morfologi lama yang dipertahankan karena telah menjadi ciri khas dari kota Kudus. Percampuran budaya antara Islam-Hindu yang dapat dilihat dari arsitektur Menara Kudus juga harus dilestarikan karena merupakan sesuatu yang unik dan mengandung unsur keindahan.


sumber artikel asli : UNMER Malang Central Library